Sembraut
warna merah menyebar di atas langit yang tadinya berwarna biru. Burung-burung
beterbang serta berkicau seakan ingin menjadi saksi turunnya sang fajar dan
terlihatnya sang rembulan serta bintang. Detik demi detik, menit demi menit berjalan
sesuai rencanaNYA hingga langit menghitam dan bulan serta bintang menguasai
sang malam.
Dari
bawah terlihat seorang gadis yang bernama Cahaya sedang berjalan
tergesah-gesah, sinar bintang dan lampu-lampu jalan menerangi langkahnya. Ia
menatap jam tangan yang dikenakan, ia dibuat semakin panik sesudahnya, ia
mempercepat lajunya.
Cahaya
harus melalui gang-gang sempit yang mengharuskannya lebih hati-hati agar tidak
bersenggolan dengan dinding dan juga pengguna jalan lain. Ia sedikit bernapas
lega setelah sampai di sebuah gedung A kampusnya yang menjadi tujuannya.
“Telat
sepuluh menit. Ayo cepat!” seru seorang pria saat ia akan menaiki anak tangga.
Ia
mendongakkan kepalanya untuk mengetahui si empu suara. Ternyata Chandra, salah
seorang pegawai perpustakaan di kampusnya. Ia hanya mengangguk untuk menanggapi
seruannya setelahnya ia memberi kode untuk melanjutkan langkahnya menuju
kelasnya.
Sesampainya
di depan kelas ia mengetuk pintu, tanpa menunggu balasan dari seseorang yang
berada di dalam kelas ia langsung membuka pintu.
“Cahaya
Wulandari?” seru seorang wanita paruh baya yang ia ketahui sebagai dosennya
dengan nada tinggi menyerukan nama lengkap gadis itu.
“Maaf
Bu saya terlambat karena tadi ada kerjaan tambahan dari kantor,” ucap Cahaya
menanggapi.
“Lagi?”
tanya sang dosen dengan nada mengejek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu
sudah memutuskan untuk kuliah sambil kerja, seharusnya manajemen waktumu juga
diefektifkan. Kali ini saya tidak bisa mentolerir keterlambatan kamu, keluar
dari kelas saya!” ujar sang dosen dengan ketus.
“Tapi
bu....” ucap gadis itu ingin membela diri.
“Keluar!”
ujar wanita paruh baya itu dengan mengibaskan tangannya tanda mengusir.
Mau
tidak mau Cahaya menuruti perintah sang dosen. Ia memundurkan langkahnya
kemudian menutup pintu kelas. Ia berjalan meninggalkan kelasnya dan memilih menuju
perpustakaan sambil menunggu kuliah jam keduanya.
Sesampainya
di depan perpustakaan ia membuka pintu perpustakaan dengan tak bertenaga karena
ia merasa jengkel atas perlakuan dosennya. Sapaan dari penjaga perpus
terdengar. Ia menoleh pada asal suara dan benarlah bahwa Chandra orangnya. Ia
memilih untuk berjalan ke arah pria itu. Dalam perjalanan ia sedikit terkejut
dengan penampilan pria itu yang tidak ia perhatikan tadi saat berpapasan,
karena sepengetahuannya Chandra adalah pria yang cuek dengan penampilannya,
sehari-harinya pria itu hanya menggunakan hem yang lengannya ditekuk
sembarangan sampai siku serta ujung bajunya tidak ia masukkan ke dalam
celananya, rambut yang tidak tersisir rapi namun kali ini berbeda.
“Rapi?
Hayo mau ketemu siapa?” ujar gadis tersebut dengan nada menyelidik.
“Biasa
saja,” jawab pria itu singkat.
Tentu
ia tidak percaya. Ia lebih mengamati pria yang kini ada di hadapannya. Chandra
memakai hem garis-garis berwarna biru lengan panjang yang dikancing rapi, bajunya
dimasukkan ke dalam celana panjang berwarna hitam dengan rapi, rambutnya
terlihat habis disisir rapi hingga tidak ada satu pun rambut yang keluar dari
jalurnya, wajahnya terlihat fresh tanpa keringat hingga membuat wajah pria itu nampak
lebih tampan dari biasanya.
Melihat
perubahan yang drastis itu ia semakin tidak percaya, namun ia bukan tipe orang
yang suka memaksa orang untuk bercerita padanya jadi ia memilih untuk tersenyum
seraya berkata, “semoga sukses,” dan beranjak menuju rak-rak buku.
“Atas?”
Suara
pria itu menghentikan langkahnya. “Atas semua yang akan, saat dan sesudah kamu
kerjakan,” jawab gadis itu sambil melenggang pergi.
“Tas!”
Suara
Chandra menghentikan langkah Cahaya lagi, ia menoleh “hmm?” gumamnya.
“Tas
ditaruh di tempatnya,” ujar Chandra sambil menunjuk lemari tas yang tersedia.
Mendengar
itu ia menyeringai kecil kemudian melaksanakan apa yang diperintahkan oleh
Chandra. Setelahnya ia berjalan menuju rak-rak buku psikologi. Ia mencari buku
psikologi yang isinya terkait cinta. Sudah sejak lama ia ingin tahu definisi
yang sebenarnya dari cinta namun baru sekarang ia menuruti keinginannya
tersebut. Mungkin karena sekarang ia sedang ingin memastikan perasaannya.
Ia
mendapatkan buku yang ia cari. Ia memutuskan untuk membaca buku tersebut di
meja yang telah disediakan. Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat wajah Chandra
yang nampak serius dengan pekerjaannya. Tanpa sengaja ia tersenyum dibuatnya. Ia
selalu suka melihat wajah serius dari pria itu. Deg.. ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, ini selalu
terjadi disaat-saat seperti ini. Mungkinkah ini?
Tiba-tiba
mata gadis itu melebar ketika melihat pemandangan yang tak biasa. Chandra
tersenyum lebar tapi bukan padanya melainkan pada seorang gadis yang sedang berjalan
menghampirinya. Melihat itu ia merasa sangat kecewa karena selama ini ia tidak
pernah mendapatkan senyuman itu. Dari tempatnya, ia menyaksikan berkali-kali senyuman
itu hadir disela-sela percakapan mereka yang tidak bisa ia dengar. Sekarang ia
tahu alasan perubahan penampilan Chandra, pastilah untuk gadis itu.
Ia
menundukkan kepalanya tak mau menatap arah sana lagi, ia tidak mau perasaannya
semakin teraduk karenanya. Dan karena itulah ia meyakini bahwa perasaannya pada
Chandra adalah cinta tapi cinta itu hanya miliknya, cintanya bertepuk sebelah
tangan dan ia harus rela dengan semua ini.
*****
“Aku
suka kamu menuruti saranku. Kamu tampak jauh lebih baik dari sebelumnya,” kata
Tania dengan puas sambil mengamati penampilan Chandra.
Chandra
tersenyum kepada cewek yang ada di hadapannya. “Oh ya?”
“Jelas
iya. Dengan begini aku yakin pasti kamu bakal sukses menaklukkan gadis itu,”
kata Tania penuh keyakinan dan mau-tidak mau Chandra harus menggelengkan kepala
atas ulah gadis itu namun setelahnya ia tersenyum lebar sebagai kata ganti
‘amin’ karena itulah yang ia harapkan. “Jangan lupa traktir kalau sudah
berhasil,” kata gadis itu lagi dengan nada berbisik dan ditutup oleh senyuman.
“Kamu
orang pertama yang mendapatkannya,” jawab Chandra dengan berbisik pula dan
membalas senyumannya itu.
“Akan
ku tunggu. Tepati janji kamu, siapa dia? Apa dia ada di sini?” tanya Tania.
Chandra
mengangguk, “ke arah jam 12,” jawabnya sambil melirik sekilas pada meja tempat
gadis yang ia cintai berada.
Tania
langsung menuruti perintahnya, “Cahaya?” ujarnya kaget karena ia tidak menyangka
Chandra mencintai teman yang satu jurusan dengannya walaupun beda angkatan,
karena memang Chandra tidak pernah memberitahu nama gadis yang dicintainya,
Chandra hanya memberi ciri-ciri gadis tersebut dan barulah kali ini Chandra
memberitahu siapa gadis tersebut sesuai janjinya.
“Ssttt..”
gumam Chandra sebal. Dalam hati Chandra mengutuk gadis ini.
Mendaptkan
itu Tania tersenyum minta maaf atas perbuatannya. “Sori. Itu karena aku terlalu
terkejut. Nggak nyangka aja ternyata Cahaya orangnya,” katanya lirih. “Kalau
begitu aku pergi dulu. Pepet terus sampai dia merepet. Semangat!” ujarnya lagi yang
ditutup dengan senyuman lebar lalu pergi meninggalkan perpustakaan.
Chandra
menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian ia mengarahkan pandangannya untuk menatap
gadis yang berhasil membuatnya merubah penampilannya dan sedikit banyak cara
berfikir serta kepribadiannya yang sedikit banyak selalu acuh tak acuh. Yah..
dia telah merubah hidupnya dengan cara-caranya yang mengesankan tanpa terkesan menggurui.
Chandra mencoba untuk fokus dalam pekerjaannya
tanpa memikirkan Cahaya terlebih dahulu. Ia menyalin laporan peminjaman buku ke
dalam komputer. Dalam pengerjaannya ia berusaha untuk tidak terganggu oleh
bayang-bayang gadis itu tapi semakin ia mencoba menepis bayangan itu semakin
jelas.
Ia
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan maksud untuk mengusir bayangan tersebut.
Kembali, ia menatap arah jam 12, matanya melebar seketika ketika melihat gadis
yang ia cintai sedang terlibat pembicaraan dengan seorang pria yang cukup
sering ia jumpai terlebih saat bersama Cahaya. Entah mengapa perasaan tidak
suka juga kegeraman merasukinya. Ia terus mencoba bertahan di tempatnya karena
tidak mungkin ia langsung mendatangi gadis itu dan melabrak mereka karena
kecemburuannya. Lagi, posisinya sekarang adalah bukan siapa-siapa jadi ia tidak
berhak melakukannya.
Ia
terus memperhatikan gerak-gerik Cahaya dengan pria di sampingnya. Pertahanannya
hancur seketika saat ia melihat tangan Cahaya digenggam oleh lelaki itu dan
yang membuatnya semakin hancur ketika ia melihat sebuah tatapan serta senyuman
lebar dari keduanya. Terlihat mereka begitu mesrah.
Tangan
Chandra mengepal karena kegeramannya. Kini ia menyadari posisinya yang
sebenarnya dan perubahan yang ia lakukan telah sia-sia.
*****
Keesokan harinya...
“Ndra,
buku yang kemarin mau aku pinjam masih ada?” terdengar suara gadis yang sangat
ia kenal. Chandra mendongakkan kepalanya, Cahaya. Terlihat wajah gadis itu
nampak berseri tidak seperti biasanya dan itu justru membuatnya tidak suka.
“Ada,
kemarin aku taruh di loker G506,” jawab Chandra datar lalu disusul anggukan
dari Cahaya.
“Balik
ke style awal,” gumam gadis itu
sambil mengamati penampilan Chandra yang berantakan seperti biasanya.
“Kenapa?”
tanya Candra yang tanpa ia sangka terdengar begitu sewot.
Sesaat
Cahaya terkejut dengan nada itu, tapi segera ia menguasai dirinya dan menggelengkan kepalanya “Hanya saja aku
menemukan dirimu yang asli,” ucapnya lirih lalu
beranjak menuju rak-rak buku.
“Kamu
belum traktir aku,” kata Chandra yang berhasil membuat gadis itu menghentikan
langkahnya.
Cahaya
menoleh sambil memicingkan matanya. “Traktir?” gumamnya tak mengerti
“Iya,
traktir. Selamat karena kamu sudah jadian dengan laki-laki itu,” jawab Chandra,
sebisa mungkin ia membuat nadanya stabil agar tidak kentara rasa tidak sukanya
atas hal itu.
“Jadian?”
gumam Cahaya yang masih tidak mengerti ucapan Chandra.
“Iya.
Dibumbui pegangan tangan pula. Kamu suka laki-laki yang rapi seperti dia?
Sekali lagi selamat,” ungkap Chandra yang kali ini terdengar sarat akan ketidak
sukaan serta kekanak-kanakan, ia sudah
tidak bisa menutupi perasaannya.
Cahaya
bergeming dengan alisnya terangkat
mendengar apa yang Chandra ungkapkan. “Aku belum jadian sama siapa-siapa. Rapi?
Aku tidak terlalu suka dengan laki-laki dengan penampilan rapi. Maksud kamu apa
ya?”
Mendengar
hal itu Chandra terdiam sejenak. Menyadari ada kesalah pahaman di sini ia pun tersenyum
lebar, dalam hati ia bersorak karena apa yang ia sangkakan semuanya salah.
“Kita jadian yuk,” kata-kata itu meluncur begitu saja. Ia menatap mata gadis
itu, terlihat kebingungan di sana. “Mau jadi pasangan aku?” tanya Chandra lagi.
“Kenapa
baru sekarang?” ucap Cahaya dengan nada gemas seraya matanya terlihat
berbinar-binar. “Aku suka kamu sejak lama. Aku kira perasaanku bertepuk sebelah
tangan,” lanjutnya dan ditutup oleh senyuman manisnya. Senyuman yang selalu
Chandra nantikan .
“Sudahlah
semuanya salah faham. Ternyata cinta tidak jauh dari kita. Aku cinta kamu,
Cahaya,” kata Chandra lirih.
Cahaya
tersenyum lebar mendengarnya, ia mengangguk untuk mengamininya. Yah.. cinta
memang tak pernah jauh.