Kamis, 26 Maret 2015

Tidak Jauh

Sembraut warna merah menyebar di atas langit yang tadinya berwarna biru. Burung-burung beterbang serta berkicau seakan ingin menjadi saksi turunnya sang fajar dan terlihatnya sang rembulan serta bintang. Detik demi detik, menit demi menit berjalan sesuai rencanaNYA hingga langit menghitam dan bulan serta bintang menguasai sang malam.
Dari bawah terlihat seorang gadis yang bernama Cahaya sedang berjalan tergesah-gesah, sinar bintang dan lampu-lampu jalan menerangi langkahnya. Ia menatap jam tangan yang dikenakan, ia dibuat semakin panik sesudahnya, ia mempercepat lajunya.
Cahaya harus melalui gang-gang sempit yang mengharuskannya lebih hati-hati agar tidak bersenggolan dengan dinding dan juga pengguna jalan lain. Ia sedikit bernapas lega setelah sampai di sebuah gedung A kampusnya yang menjadi tujuannya.
“Telat sepuluh menit. Ayo cepat!” seru seorang pria saat ia akan menaiki anak tangga.
Ia mendongakkan kepalanya untuk mengetahui si empu suara. Ternyata Chandra, salah seorang pegawai perpustakaan di kampusnya. Ia hanya mengangguk untuk menanggapi seruannya setelahnya ia memberi kode untuk melanjutkan langkahnya menuju kelasnya. 
Sesampainya di depan kelas ia mengetuk pintu, tanpa menunggu balasan dari seseorang yang berada di dalam kelas ia langsung membuka pintu.  
“Cahaya Wulandari?” seru seorang wanita paruh baya yang ia ketahui sebagai dosennya dengan nada tinggi menyerukan nama lengkap gadis itu.
“Maaf Bu saya terlambat karena tadi ada kerjaan tambahan dari kantor,” ucap Cahaya menanggapi.
“Lagi?” tanya sang dosen dengan nada mengejek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu sudah memutuskan untuk kuliah sambil kerja, seharusnya manajemen waktumu juga diefektifkan. Kali ini saya tidak bisa mentolerir keterlambatan kamu, keluar dari kelas saya!” ujar sang dosen dengan ketus.
“Tapi bu....” ucap gadis itu ingin membela diri.
“Keluar!” ujar wanita paruh baya itu dengan mengibaskan tangannya tanda mengusir.
Mau tidak mau Cahaya menuruti perintah sang dosen. Ia memundurkan langkahnya kemudian menutup pintu kelas. Ia berjalan meninggalkan kelasnya dan memilih menuju perpustakaan sambil menunggu kuliah jam keduanya.
Sesampainya di depan perpustakaan ia membuka pintu perpustakaan dengan tak bertenaga karena ia merasa jengkel atas perlakuan dosennya. Sapaan dari penjaga perpus terdengar. Ia menoleh pada asal suara dan benarlah bahwa Chandra orangnya. Ia memilih untuk berjalan ke arah pria itu. Dalam perjalanan ia sedikit terkejut dengan penampilan pria itu yang tidak ia perhatikan tadi saat berpapasan, karena sepengetahuannya Chandra adalah pria yang cuek dengan penampilannya, sehari-harinya pria itu hanya menggunakan hem yang lengannya ditekuk sembarangan sampai siku serta ujung bajunya tidak ia masukkan ke dalam celananya, rambut yang tidak tersisir rapi namun kali ini berbeda.
“Rapi? Hayo mau ketemu siapa?” ujar gadis tersebut dengan nada menyelidik.
“Biasa saja,” jawab pria itu singkat.
Tentu ia tidak percaya. Ia lebih mengamati pria yang kini ada di hadapannya. Chandra memakai hem garis-garis berwarna biru lengan panjang yang dikancing rapi, bajunya dimasukkan ke dalam celana panjang berwarna hitam dengan rapi, rambutnya terlihat habis disisir rapi hingga tidak ada satu pun rambut yang keluar dari jalurnya, wajahnya terlihat fresh tanpa keringat hingga membuat wajah pria itu nampak lebih tampan dari biasanya.
Melihat perubahan yang drastis itu ia semakin tidak percaya, namun ia bukan tipe orang yang suka memaksa orang untuk bercerita padanya jadi ia memilih untuk tersenyum seraya berkata, “semoga sukses,” dan beranjak menuju rak-rak buku.
“Atas?”
Suara pria itu menghentikan langkahnya. “Atas semua yang akan, saat dan sesudah kamu kerjakan,” jawab gadis itu sambil melenggang pergi.
“Tas!”
Suara Chandra menghentikan langkah Cahaya lagi, ia menoleh “hmm?” gumamnya.
“Tas ditaruh di tempatnya,” ujar Chandra sambil menunjuk lemari tas yang tersedia.
Mendengar itu ia menyeringai kecil kemudian melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Chandra. Setelahnya ia berjalan menuju rak-rak buku psikologi. Ia mencari buku psikologi yang isinya terkait cinta. Sudah sejak lama ia ingin tahu definisi yang sebenarnya dari cinta namun baru sekarang ia menuruti keinginannya tersebut. Mungkin karena sekarang ia sedang ingin memastikan perasaannya.
Ia mendapatkan buku yang ia cari. Ia memutuskan untuk membaca buku tersebut di meja yang telah disediakan. Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat wajah Chandra yang nampak serius dengan pekerjaannya. Tanpa sengaja ia tersenyum dibuatnya. Ia selalu suka melihat wajah serius dari pria itu. Deg.. ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, ini selalu terjadi disaat-saat seperti ini. Mungkinkah ini?
Tiba-tiba mata gadis itu melebar ketika melihat pemandangan yang tak biasa. Chandra tersenyum lebar tapi bukan padanya melainkan pada seorang gadis yang sedang berjalan menghampirinya. Melihat itu ia merasa sangat kecewa karena selama ini ia tidak pernah mendapatkan senyuman itu. Dari tempatnya, ia menyaksikan berkali-kali senyuman itu hadir disela-sela percakapan mereka yang tidak bisa ia dengar. Sekarang ia tahu alasan perubahan penampilan Chandra, pastilah untuk gadis itu.
Ia menundukkan kepalanya tak mau menatap arah sana lagi, ia tidak mau perasaannya semakin teraduk karenanya. Dan karena itulah ia meyakini bahwa perasaannya pada Chandra adalah cinta tapi cinta itu hanya miliknya, cintanya bertepuk sebelah tangan dan ia harus rela dengan semua ini.  
*****
“Aku suka kamu menuruti saranku. Kamu tampak jauh lebih baik dari sebelumnya,” kata Tania dengan puas sambil mengamati penampilan Chandra.
Chandra tersenyum kepada cewek yang ada di hadapannya. “Oh ya?”  
“Jelas iya. Dengan begini aku yakin pasti kamu bakal sukses menaklukkan gadis itu,” kata Tania penuh keyakinan dan mau-tidak mau Chandra harus menggelengkan kepala atas ulah gadis itu namun setelahnya ia tersenyum lebar sebagai kata ganti ‘amin’ karena itulah yang ia harapkan. “Jangan lupa traktir kalau sudah berhasil,” kata gadis itu lagi dengan nada berbisik dan ditutup oleh senyuman.
“Kamu orang pertama yang mendapatkannya,” jawab Chandra dengan berbisik pula dan membalas senyumannya itu.
“Akan ku tunggu. Tepati janji kamu, siapa dia? Apa dia ada di sini?” tanya Tania.
Chandra mengangguk, “ke arah jam 12,” jawabnya sambil melirik sekilas pada meja tempat gadis yang ia cintai berada.
Tania langsung menuruti perintahnya, “Cahaya?” ujarnya kaget karena ia tidak menyangka Chandra mencintai teman yang satu jurusan dengannya walaupun beda angkatan, karena memang Chandra tidak pernah memberitahu nama gadis yang dicintainya, Chandra hanya memberi ciri-ciri gadis tersebut dan barulah kali ini Chandra memberitahu siapa gadis tersebut sesuai janjinya.
“Ssttt..” gumam Chandra sebal. Dalam hati Chandra mengutuk gadis ini.
Mendaptkan itu Tania tersenyum minta maaf atas perbuatannya. “Sori. Itu karena aku terlalu terkejut. Nggak nyangka aja ternyata Cahaya orangnya,” katanya lirih. “Kalau begitu aku pergi dulu. Pepet terus sampai dia merepet. Semangat!” ujarnya lagi yang ditutup dengan senyuman lebar lalu pergi meninggalkan perpustakaan.
Chandra menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian ia mengarahkan pandangannya untuk menatap gadis yang berhasil membuatnya merubah penampilannya dan sedikit banyak cara berfikir serta kepribadiannya yang sedikit banyak selalu acuh tak acuh. Yah.. dia telah merubah hidupnya dengan cara-caranya yang mengesankan tanpa terkesan menggurui.
 Chandra mencoba untuk fokus dalam pekerjaannya tanpa memikirkan Cahaya terlebih dahulu. Ia menyalin laporan peminjaman buku ke dalam komputer. Dalam pengerjaannya ia berusaha untuk tidak terganggu oleh bayang-bayang gadis itu tapi semakin ia mencoba menepis bayangan itu semakin jelas.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan maksud untuk mengusir bayangan tersebut. Kembali, ia menatap arah jam 12, matanya melebar seketika ketika melihat gadis yang ia cintai sedang terlibat pembicaraan dengan seorang pria yang cukup sering ia jumpai terlebih saat bersama Cahaya. Entah mengapa perasaan tidak suka juga kegeraman merasukinya. Ia terus mencoba bertahan di tempatnya karena tidak mungkin ia langsung mendatangi gadis itu dan melabrak mereka karena kecemburuannya. Lagi, posisinya sekarang adalah bukan siapa-siapa jadi ia tidak berhak melakukannya.
Ia terus memperhatikan gerak-gerik Cahaya dengan pria di sampingnya. Pertahanannya hancur seketika saat ia melihat tangan Cahaya digenggam oleh lelaki itu dan yang membuatnya semakin hancur ketika ia melihat sebuah tatapan serta senyuman lebar dari keduanya. Terlihat mereka begitu mesrah.
Tangan Chandra mengepal karena kegeramannya. Kini ia menyadari posisinya yang sebenarnya dan perubahan yang ia lakukan telah sia-sia.
*****
Keesokan harinya...
“Ndra, buku yang kemarin mau aku pinjam masih ada?” terdengar suara gadis yang sangat ia kenal. Chandra mendongakkan kepalanya, Cahaya. Terlihat wajah gadis itu nampak berseri tidak seperti biasanya dan itu justru membuatnya tidak suka.

“Ada, kemarin aku taruh di loker G506,” jawab Chandra datar lalu disusul anggukan dari Cahaya.
“Balik ke style awal,” gumam gadis itu sambil mengamati penampilan Chandra yang berantakan seperti biasanya.
“Kenapa?” tanya Candra yang tanpa ia sangka terdengar begitu sewot.
Sesaat Cahaya terkejut dengan nada itu, tapi segera ia menguasai dirinya dan  menggelengkan kepalanya “Hanya saja aku menemukan dirimu yang asli,” ucapnya lirih lalu  beranjak menuju rak-rak buku.
“Kamu belum traktir aku,” kata Chandra yang berhasil membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
Cahaya menoleh sambil memicingkan matanya. “Traktir?” gumamnya tak mengerti
“Iya, traktir. Selamat karena kamu sudah jadian dengan laki-laki itu,” jawab Chandra, sebisa mungkin ia membuat nadanya stabil agar tidak kentara rasa tidak sukanya atas hal itu.
“Jadian?” gumam Cahaya yang masih tidak mengerti ucapan Chandra.
“Iya. Dibumbui pegangan tangan pula. Kamu suka laki-laki yang rapi seperti dia? Sekali lagi selamat,” ungkap Chandra yang kali ini terdengar sarat akan ketidak sukaan serta  kekanak-kanakan, ia sudah tidak bisa menutupi perasaannya.
Cahaya  bergeming dengan alisnya terangkat mendengar apa yang Chandra ungkapkan. “Aku belum jadian sama siapa-siapa. Rapi? Aku tidak terlalu suka dengan laki-laki dengan penampilan rapi. Maksud kamu apa ya?”
Mendengar hal itu Chandra terdiam sejenak. Menyadari ada kesalah pahaman di sini ia pun tersenyum lebar, dalam hati ia bersorak karena apa yang ia sangkakan semuanya salah. “Kita jadian yuk,” kata-kata itu meluncur begitu saja. Ia menatap mata gadis itu, terlihat kebingungan di sana. “Mau jadi pasangan aku?” tanya Chandra lagi.
“Kenapa baru sekarang?” ucap Cahaya dengan nada gemas seraya matanya terlihat berbinar-binar. “Aku suka kamu sejak lama. Aku kira perasaanku bertepuk sebelah tangan,” lanjutnya dan ditutup oleh senyuman manisnya. Senyuman yang selalu Chandra nantikan .
“Sudahlah semuanya salah faham. Ternyata cinta tidak jauh dari kita. Aku cinta kamu, Cahaya,” kata Chandra lirih.
Cahaya tersenyum lebar mendengarnya, ia mengangguk untuk mengamininya. Yah.. cinta memang tak pernah jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar