“Jika
aku menyukaimu apa kamu juga menyukaiku?”
Viky
menatap cewek yang ada dihadapannya dengan alis terangkat. Ia tidak menyangka
cewek itu berkata demikian. Apa cewek ini sudah gila?
“Jawab.
Kalau aku menyukaimu apa kamu juga menyukaiku?” tanya cewek itu lagi.
“Kamu
sudah gila?” kata itu meluncur dari mulut Viky begitu saja.
Mendengar
hal itu, cewek itu tertawa entah apa yang ditertawakan. Jarinya yang lentik
menyentuh pipi Viky yang mulai menegang. “Ya. Aku gila,” jawabnya sambil
menatap Viky menantang.
Viky
terdiam beberapa saat. Apa benar cewek yang ada dihadapannya menyukainya? Jika
benar, apa yang ia sukai pada dirinya? Pasti ini hanya mimpi. Batin Viky sambil
melangkah melewati cewek itu.
Sesaat
cewek itu belum menyadari apa yang terjadi. Cewek itu diam dengan pandangan tak
percaya. “Apa kamu masih menyukai dia?” ucap cewek itu lagi setelah mendapatkan
kembali kesadarannya.
Viky
berhenti melengkah. Mendengar hal itu entah mengapa membuatnya teringat oleh
seseorang. Ia segera menghapus ingatannya dan kembali melangkah. Kenapa juga ia
mendengarkan omong kosong cewek itu.
“Sadar.
Dia sudah meninggalkanmu,” kata cewek itu lagi.
Viky
mendengar semua perkataan cewek itu tapi tidak menanggapi. Ia terus berjalan
melewati koridor kampus. Ia terus berjalan seperti sebelum-sebelumnya. Ia akan
berjalan, dan terus berjalan, tidak kan pernah berhenti. Dalam kamusnya juga
tidak ada goresan cewek yang mampu menghalangi langkahnya. Benarkah?
*****
Beberapa tahun yang
lalu....
Desiran
angin pagi yang segar memeluk tubuhnya, ia mengeratkan jaketnya hingga angin
tersebut tidak bisa masuk kedalam tulang-tulangnya. Ia berjalan kaki ditengah
hiruk-pikuk jalanan yang telah ramai dengan bejubel alat transportasi kota
secara hilir-mudik. Asap dan debu berbaur menjadi satu sehingga membuat kota
semakin dipadati oleh polusi. Berbagai suara klakson alat transportasi
terdengar, terdengar juga suara teriakan dengan nada geram. Gelengan kepala tak
mengerti akan tingkah laku manusia-manusia itu tercipta olehnya.
Ia
mempercepat langkahnya ketika jam tangannya telah menunjukkan pukul setengah 6
pagi. Ia berjalan tanpa memperdulikan hiruk-pikuk itu. napasnya
tersengal-sengal ketika langkahnya terhenti di depan gerbang sekolah. Ia mendongakkan
kepalanya ke atas, ‘SMA UTAMA’ ia telah berada di sekolahnya, di sekolah yang
sangat ia banggakan.
Ia
memutuskan untuk berjalan kembali, ia memasuki gedung sekolahnya yang masih
sepi, ia yakin ia adalah siswa pertama-ralat orang pertama selain pak Bon yang
memasuki gedung sekolah ini.
“Hei....
aku lima menit lebih dulu dari kamu!”
Terdengar
suara nyaring yang melengking, Viky menoleh ke arah suara. ia melihat seorang
cewek dengan seragam sekolah yang berbeda dengannya tersenyum melecehkan, namun
ia nampak cantik.
“Oke,
kali ini kamu yang menang,” kata Viky setelah tersadar dari pesona cewek itu.
“Apa?
Kali ini? Sudah lima kali ini,” ralat cewek itu sambil menunjukkan ke-lima
jarinya.
“Lalu,
apa maumu?” tanya Viky, memutuskan untuk mengakui kekalahannya.
“Es
Krim spongebob lima,” jawab cewek itu sambil memamerkan senyumnya yang menawan.
“Selalu
saja seperti ini,” gumam Viky sambil berjalan mendekati cewek itu. “Oke, nanti
aku belikan. Es krim spongebob lima. Jam tiga aku tunggu di tempat biasanya,”
kata Viky sambil berjalan melewati cewek itu.
“Harus
pukul LIMA sore!” kata cewek itu yang berhasil membuat Viky membalikkan badannya
hingga bisa melihat cewek itu.
Viky
menatap cewek itu dengan tidak suka. “Aku ada kurr--” protesnya terhenti.
“Pukul
lima sore. Bye,” potong cewek itu sambil berlari meninggalkan Viky dengan rasa
jengkelnya.
Selalu
saja seperti itu, menemui cewek itu di hari Rabu dengan berlari secepat yang ia
bisa untuk menuju ke sekolah dilanjut pada sore hari di sebuah taman sekolahnya
dengan membawakan es krim spongebob lima di pukul lima sore. Kegiatan itu sudah
ia lakukan berkali-kali, ia menghitung-tepatnya cewek itu yang menghitung sudah
lima kali dengan hari ini.
Ia
menatap punggung cewek itu yang semakin menjauh, entah mengapa senyum kecil
melintasi wajah Viky. Cewek itu benar-benar membuatnya tidak karuan.
Bisa-bisanya ia di buat seperti ini oleh cewek bodoh dari sekolah sebelah,
sekolah dimana kualitasnya sangat rendah, berbeda dengan sekolahnya.
Viky
segera menghapus fikiran-fikiran aneh yang tiba-tiba muncul. Ia memutuskan
untuk pergi ke kantin ia bisa membuka buku pelajarannya selama satu jam di sana.
Setiap waktu tidak boleh terbuang sia-sia.
*****
“Sudah
lima menit aku menunggu kamu,” ujar Viky dengan kesal ketika cewek itu telah
datang dan kini telah duduk di sampingnya. “Bukankah aku bilang kalau aku mau
kursus? Jam setengah enam aku harus kursus matematika,”
“Ya..ya..ya.
aku sudah mendengar lima kali kalimat itu” balas cewek itu dengan wajah bosan.
“Dan
untuk ke-lima kalinya kamu tidak pernah mau tahu!” sergah Viky dengan nada yang
tidak kalah sebalnya.
Mereka
duduk di sebuah taman yang membatasi antara ‘SMA UTAMA’ dan ‘SMA UNGGUL. SMA
UTAMA yang berdiri megah hingga lantai 6 dilengkapi oleh fasilitas yang memadai
membuat SMA UTAMA menjadi sekolah terfavorit. Sedangkan SMA UNGGUL hanya
memiliki gedung yang berlantai satu dengan fasilitas yang tidak lengkap menjadikannya
sekolah musiman. Sekolah musiman adalah julukan SMA UNGGUL, mereka memiliki
murid yang sedikit seperti musim yang ada di Indonsia. Murid 50 adalah rekor
terbesar sekolah itu, sedangkan SMA UTAMA setiap tahun kebanjiran siswa yang
ingin bersekolah disana dari mulai putra pejabat sampai putra orang biasa,
meskipun demikian hanya anak-anak yang berprestasilah yang dapat bersekolah di sana.
Seperti halnya sekolah, mereka pun demikian.
Viky sang siswa SMA UTAMA adalah siswa yang paling berprestasi, ia telah
mengukir banyak prestasi di berbagai bidang dari mulai akademik hingga non
akedemik. Sedangkan cewek yang ada di sebelah Viky adalah siswi SMA UNGGUL
dimana dia adalah anak termalas dan terbodoh disekolahnya. Hal itu diketahui
Viky karena secara tidak sengaja ia pernah mendengarkan percakapan antara guru
BK dengan cewek itu ketika ia sedang mendapat tugas ke SMA UNGGUL untuk
mengundang sekolah itu dalam acara Olimpiade tahunan.
“Nih..”
ucap Viky sembari menyerahkan es krim pesanan cewek itu.
Dengan
semangat cewek itu meraih ke-lima es krimnya. Es krim itu ia lahap sendiri, ia
tidak peduli dengan tatapan Viky yang menatapnya dengan pandangan mengejek. Ia
sudah kebal dengan pandangan itu.
“Terima
kasih” ujar cewek itu kepada Viky dengan seulas senyuman dan pancaran
kegembiraan.
Viky
menggeleng-gelengkan kepalanya secara samar. Dosa apa ia sampai bisa bertemu
dengan cewek semacam ini. Dalam waktu sekitar lima belas menit dia mampu
menghabiskan es krim sebanyak itu. “Doyan atau rakus?”
“Untuk
yang kelima kalinya kamu bertanya seperti itu,” kata cewek itu yang tidak
menjawab pertanyaan Viky.
Mereka
duduk bersebelahan dengan saling berdiam diri tidak ada yang memulai
percakapan. Mereka menikmati indahnya sore di taman yang sepi. Langit mulai
terlihat menggelap tapi entah mengapa mood mereka tidak turut menggelap, mood
mereka seperti matahari yang bersinar cerah.
Viky
menghembuskan napasnya dan melirik cewek yang duduk di sebelahnya. Cewek itu
nampak tersenyum entah karena apa. Untuk sesaat ia mengagumi senyum cewek itu,
untuk kesekian kalinya ia terpesona dengan senyum itu. Senyum yang selau
berhasil membuatnya melambung.
“Kita
lomba lari,” cetus cewek itu tiba-tiba.
Mendengar
hal itu alis Viky terangkat tapi tidak menanggapi ide gila cewek itu.
“Kita
lomba lari mengelilingi taman sebanyak lima kali,” ucap cwek itu lagi
mempertegas idenya.
“Nggak!”
jawab Viky cuek sambil mengalihkan pandangannya dari cewek itu.
“Kalau
kamu kalah berarti kamu jadi pacar aku,” kata cewek itu yang mampu membuat Viky
terloncat kaget. Apa cewek ini sudah gila? “Serius. Kita pacaran” tambahnya sambil memamerkan senyumnya yang
manis.
Viky
terbelalak sambil terus menatap cewek di sampingnya. Yah... cewek ini pasti
sudah gila.
“Dimulai
dari sekarang” ucapnya beranjak dari bangku taman dan mulai berlari.
“Curang!”
protes Viky sambil membuntuti cewek itu berlari.
Viky
berlari dengan sekuat tenaga. Pacaran dengan cewek itu? Itu adalah hal paling
bodoh yang pernah ia lakukan. Ia mempercepat larinya, mana mungkin ia yang
atlet lari setingkat kota bisa dikalahkan oleh cewek kurus seperti dia.
Dia
berlari sekuat tenaga. Tapi entah mengapa otot-otot kakinya semakin melemas.
Ototnya seakan ingin memenangkan cewek itu dalam perlombaan ini. Bukankah cewek
ini memang sudah menang darinya, sebelum ia mulai cewek ini sudah menang, ia
sudah memenangkan hatinya.
Di
putaran terakhir cewek itu berlari dengan lamban, terdengar suara hembusan
napas yang tersiksa. Viky semakin melambatkan larinya.
“Aku
menang. Kita pacaran!” ujar cewek itu dengan ceriah setelah menyelesaikan
perlombaannya.
“Terserah
kamu sajalah,” jawab Viky cuek tapi dalam hati ia tersenyum, ia tidak pernah
mengalami kekalahan yang menyenangkan seperti ini.
“Kita
pacaran selama lima hari.”
Viky
menatap cewek itu dengan terkejut, kecewa dan bingung.
“Kita
akan pacaran selama lima hari,” kata cewek itu mempertegas.
“Tidak.
Kita akan pacaran lima tahun dan akan menikah,” ucap Viky tidak menyetujui
ujapan cewek itu. Entah mengapa ucapan itu meluncur begitu saja dan hatinya
meyakininya. Cewek itu yang akan menjadi pendampingnya kelak.
“Lima
hari,” bantah cewek itu sambil tersenyum.
*****
“Lima...
I love you” ucap Viky di depan pusara cewek yang mampu memenangkan hatinya
hanya dalam waktu yang singkat. Ucapan itu berhasil ia ungkapkan setelah cewek
itu meninggalkannya untuk selamanya. menyesal? Tidak, ia tidak akan menyesalinya.
Selamanya
pula ia akan terus mengenangnya. Yah... cewek itu hanya mampu menjadi pacarnya
selama lima hari tapi lima hari itu adalah lima hari termanis yang pernah ia
tempuh. Setelah lima hari, cewek itu meninggalkannya. Ia meninggal dengan cara
bunuh diri, ia melakukannya karena ia tidak mau membebani semua orang yang
mencintainya. Penyakit leukimia yang membuatnya seperti itu.
Viky
tersenyum lagi kepada pusara seakan ia bisa tersenyum pada si empunya. “Selamat
jalan, semoga kamu bahagia di sana,” ujarnya dan berdiri meninggalkan makam
Lima. Ia meninggalkan makam cewek itu dan memulainya dari awal. Ia akan terus
berjalan dan menghidupkan dunianya seperti halnya Lima yang telah menghidupkan
dunianya.
Lima
hari termanis. Lima hari yang mampu membuatnya mengenang Lima untuk selamanya.
Lima
Mandala, 05 Mei 1996-05 Mei 2013